Bid’ah
Bid’ah
Pengertian
Bid’ah
Kata bid’ah berasal dari kata Al-bad’u yaitu hal baru yang sama sekali tidak ada contoh sebelumnya. Menurut bahasa bid’ah merupakan perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang telah di tetapkan, termasuk menambah dan mengurangi ketetapan. Hal ini sebagaimana dalam Al-Qur’an (QS. Ai-Baqarah ayat 117)
Allah Pencipta langit dan bumi,
Artinya Allah menciptakan keduanya tanpa ada contoh sebelumnya.....
Katakanlah:
"Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara rasul-rasul. (Al-Ahqaf ayat 9).
Artinya, aku bukanlah orang pertama datang membawa risalah/tauhid
dari Allah untuk para hamba, sudah banyak Rasul sebelumku.
Menurut Imam Asy-syatibi, bid’ah adalah bentuk
ibadah atau perilaku yang menyerupai ajaran agama islam namun tidak sesuai
dengan syariat atau tidak terdapat dalilnya secara tepat.
Inilah yang disebut perbuatan bid’ah dan inilah
arti bid’ah itu sendiri, jadi orang yang mengerjakan nya disebut mubtadi (orang
yang melakukan bid’ah).
Oleh karena itu, bid’ah adalah sebuah istilah
tentang tata cara dalam agama yang sengaja dibuat dan menyerupai syariat,
dengan tujuan mengekspresikan dalam bentuk tingkah laku yang bersandar
kepadanya secara berlebihan, tentunya dalam beribadah kepada Allah, pendapat
ini berdasarkan pendapat orang yang tidak memasukan adat kebiasaan kedalam
kategori bid’ah dan hanya membatasi pada permasalahan ibadah.
Adapun pengertian lain dari bid’ah yaitu
mengada-ngada bentuk ibadah atau syariat agama. Dan perbuatan bid’ah itu ada dua bagian :
1.
Perbuatan bid’ah dalam urusan dunia seperti adanya penemuan-penemuan
baru dibidang Ini adalah mubah (diperbolehkan), karena asal hukum dalam urusan dunia adalah
boleh (mubah).
2.
Perbuatan bid’ah di dalam Ad-Dien (agama Islam) hukumnya haram,
karena yang ada dalam dien itu adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-rubah). Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru
(berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari bagiannya
(Al-Qur’an dan Summah), maka perbuatannya
di tolak.” (HR. Bukhari dan Muslim) Dan di dalam riwayat lain disebutkan “Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang
bukan didasarkan perintah kami, maka perbuatannya di tolak” (HR. Muslim).
B.
Macam-Macam Bid’ah
Bidah dalam agama ada dua macam:
Pertama, bid’ah dalam ucapan dan kenyakinan. Seperti ucapandan kenyakinan
kelompok jahmiyah, mu’tajilah dan kelompok-kelompok sesat lainnya.
Kedua, bid’ah dalam hal ibadah. Seperti ibadah seorang hamba kepada
Allah dengan jenis ibadadah yang tidak pernah disyariatkan oleh Allah
subhanahuwata’ala. Diantaranya:
a.
Bid’ah yang berhubungan dengan pokok-pokok ibadah : yaitu
mengadakan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya dalam syari’at Allah Ta’ala,
seperti mengerjakan shalat yang tidak disyari’atkan, shiyam yang tidak
disyari’atkan, atau mengadakan hari-hari besar yang tidak disyariatkan seperti
maulid Nabi, pesta ulang tahun, kelahiran dan lain sebagainya yang sama sekali
tidak ada syariatnya.
b.
Bid’ah yang bentuknya menambah-nambah terhadap ibadah yang
disyariatkan, seperti menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau shalat
Ashar.
c.
Bid’ah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu
menunaikan ibadah yang sifatnya tidak disyari’atkan seperti membaca dzikir-dzikir
yang disyariatkan dengan cara berjama’ah dan suara yang keras. Juga seperti
membebani diri (memberatkan diri) dalam ibadah sampai keluar dari batas-batas
sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
d. Bid’ah yang bentuknya menghususkan
suatu ibadah yang disari’atkan, tapi tidak dikhususkan oleh syari’at yang ada.
Seperti menghususkan hari dan malam nisfu Sya’ban (tanggal 15 bulan Sya’ban)
untuk shiyam dan qiyamullail. Memang pada dasarnya shiyam dan qiyamullail itu
di syari’atkan, akan tetapi pengkhususannya dengan pembatasan waktu memerlukan
suatu dalil.
C.
Macam-Macam Bid’ah Dilihat Dari Hukumnya
1.
Bid’ah yang dapat mengkafirkan
Bid’ah
ini dapat mengeluarkan pelakunya dari islam, misalnya bid’ah kaum syi’ah
Rafidhoh dan pernyataann satu kaum
tentang Al-Quran adalah makhluk.
2.
Bid’ah yang dapat menjadikan pelakunya menjadi orang fasik
Yaitu pelakunya ini berbuat dosa, akan tetapi tidak menjadikan dia
keluar dari islam misalnya bid’ah dzikir jama’I mengkhususkan malam nisfu’
sya’ban.
Artinya bahwa bid’ah di dalam
ibadah dan aqidah itu hukumnya haram. Tetapi pengharaman tersebut tergantung
pada bentuk bid’ahnya, ada diantaranya yang menyebabkan kafir (kekufuran),
seperti thawaf mengelilingi kuburan untuk mendekatkan diri kepada ahli kubur,
mempersembahkan sembelihan dan nadzar-nadzar kepada kuburan-kuburan itu,
berdo’a kepada ahli kubur dan minta pertolongan kepada mereka, dan seterusnya.
Begitu juga bid’ah seperti bid’ahnya perkataan-perkataan orang-orang yang
melampui batas dari golongan Jahmiyah dan Mu’tazilah. Ada juga bid’ah yang
merupakan sarana menuju kesyirikan, seperti membangun bangunan di atas kubur,
shalat berdo’a disisinya. Ada juga bid’ah yang merupakan fasiq secara aqidah
sebagaimana halnya bid’ah Khawarij, Qadariyah dan Murji’ah dalam perkataan-perkataan
mereka dan keyakinan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan ada juga bid’ah yang
merupakan maksiat seperti bid’ahnya orang yang beribadah yang keluar dari
batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan shiyam yang
dengan berdiri di terik matahari, juga memotong tempat sperma dengan tujuan
menghentikan syahwat jima’ (bersetubuh).
D.
Hukum Bid’ah Dalam Agama
Segala bentuk bid’ah dalam Ad-Dien
hukumnya adalah haram dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Janganlah kamu sekalian
mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal yang
baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat“. [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ;
hadits hasan shahih].
Dan sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ
عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengadakan hal yang
baru yang bukan dari kami maka perbuatannya tertolak“. Dan dalam riwayat lain disebutkan :
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا
مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa beramal suatu amalan
yang tidak didasari oleh urusan kami maka amalannya tertolak“. Maka
hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan dalam Ad-Dien
(Islam) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan tertolak.
Artinya bahwa bid’ah di dalam
ibadah dan aqidah itu hukumnya haram. Tetapi pengharaman tersebut tergantung pada
bentuk bid’ahnya, ada diantaranya yang menyebabkan kafir (kekufuran), seperti
thawaf mengelilingi kuburan untuk mendekatkan diri kepada ahli kubur,
mempersembahkan sembelihan dan nadzar-nadzar kepada kuburan-kuburan itu,
berdo’a kepada ahli kubur dan minta pertolongan kepada mereka, dan seterusnya.
Begitu juga bid’ah seperti bid’ahnya perkataan-perkataan orang-orang yang
melampui batas dari golongan Jahmiyah dan Mu’tazilah. Ada juga bid’ah yang
merupakan sarana menuju kesyirikan, seperti membangun bangunan di atas kubur,
shalat berdo’a disisinya. Ada juga bid’ah yang merupakan fasiq secara aqidah
sebagaimana halnya bid’ah Khawarij, Qadariyah dan Murji’ah dalam
perkataan-perkataan mereka dan keyakinan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan ada juga
bid’ah yang merupakan maksiat seperti bid’ahnya orang yang beribadah yang
keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
shiyam yang dengan berdiri di terik matahari, juga memotong tempat sperma
dengan tujuan menghentikan syahwat jima’ (bersetubuh).
Orang yang membagi bid’ah menjadi
bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah syayyiah (jelek) adalah salah, keliru, dan
menyelesihi sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Karena
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghukumi semua bentuk bid’ah
itu adalah sesat.
Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan
dalam kitabnya “Syarh Arba’in” mengenai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam : “Setiap bid’ah adalah sesat”, merupakan (perkataan yang mencakup
keseluruhan) tidak ada sesuatupun yang keluar dari kalimat tersebut dan itu
merupakan dasar dari dasar Ad-Dien, yang senada dengan sabdanya : “Barangsiapa
mengadakan hal baru yang bukan dari urusan kami, maka perbuatannya ditolak“.
Jadi setiap orang yang mengada-ada
sesuatu kemudian menisbahkannya kepada Ad-Dien, padahal tidak ada dasarnya
dalam Ad-Dien sebagai rujukannya, maka orang itu sesat, dan Islam berlepas diri
darinya ; baik pada masalah-masalah aqidah, perbuatan atau perkataan-perkataan,
baik lahir maupun batin. Dan mereka itu tidak mempunyai dalil atas apa yang
mereka katakan bahwa bid’ah itu ada yang baik, kecuali perkataan sahabat Umar
Radhiyallahu ‘anhu pada shalat Tarawih : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”, juga
mereka berkata : “Sesungguhnya telah ada hal-hal baru (pada Islam ini)”, yang
tidak diingkari oleh ulama salaf, seperti mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu
kitab, juga penulisan hadits dan penyusunannya”. Adapun jawaban terhadap mereka
adalah : bahwa sesungguhnya masalah-masalah ini ada rujukannya dalam syari’at,
jadi bukan diada-adakan. Dan ucapan Umar Radhiyallahu ‘anhu : “Sebaik-baik
bid’ah adalah ini”, maksudnya adalah bid’ah menurut bahasa dan bukan bid’ah
menurut syariat.
Apa saja yang ada dalilnya dalam
syariat sebagai rujukannya jika dikatakan “itu bid’ah” maksudnya adalah bid’ah
menurut arti bahasa bukan menurut syari’at, karena bid’ah menurut syariat itu
tidak ada dasarnya dalam syariat sebagai rujukannya. Dan pengumpulan Al-Qur’an
dalam satu kitab, ada rujukannya dalam syariat karena Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah memerintahkan penulisan Al-Qur’an, tapi penulisannya masih
terpisah-pisah, maka dikumpulkan oleh para sahabat Radhiyallahu anhum pada satu
mushaf (menjadi satu mushaf) untuk menjaga keutuhannya. Juga shalat Tarawih,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat secara berjama’ah
bersama para sahabat beberapa malam, lalu pada akhirnya tidak bersama mereka
(sahabat) khawatir kalau dijadikan sebagai satu kewajiban dan para sahabat
terus sahalat Tarawih secara berkelompok-kelompok di masa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup juga setelah wafat beliau sampai
sahabat Umar Radhiyallahu ‘anhu menjadikan mereka satu jama’ah di belakang satu
imam.
Sebagaimana mereka dahulu di
belakang (shalat) seorang dan hal ini bukan merupakan bid’ah dalam Ad-Dien.
Begitu juga halnya penulisan hadits itu ada rujukannya dalam syariat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk menulis
sebagian hadits-hadist kepada sebagian sahabat karena ada permintaan kepada beliau
dan yang dikhawatirkan pada penulisan hadits masa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam secara umum adalah ditakutkan tercampur dengan penulisan
Al-Qur’an. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat,
hilanglah kekhawatiran tersebut ; sebab Al-Qur’an sudah sempurna dan telah
disesuaikan sebelum wafat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka
setelah itu kaum muslimin mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, sebagai usaha untuk menjaga agar supaya tidak hilang ;
semoga Allah Ta’ala memberi balasan yang baik kepada mereka semua, karena
mereka telah menjaga kitab Allah dan Sunnah Nabi mereka Shallallahu ‘alaihi wa
sallam agar tidak kehilangan dan tidak rancu akibat ulah perbuatan orang-orang
yang selalu tidak bertanggung jawab.
[1] DR. Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan, Aqidatut Tauhid, terj, Syahirul
Alim, Solo, Ummul Qura, 2012, hlm. 396
[2] Bid’ah dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia.go.id
[3] Imam asy-syatibi, al-I’tisham, (buku induk pembahasan bid’ah dan
sunnah), trjm. Shalahuddin sabki, dl. Jakarta, pustaka azzam, 2006 hlm. 3
[4] Imam asy-syatibi, al-I’tisham, (buku induk pembahasan bid’ah dan
sunnah) trjm. Shalahuddin sabki, dl,
jakarta, pustaka azzam, 2006 hlm. 3
[5] DR. Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan, Aqidatut Tauhid, terj, Syahirul
Alim, Solo, Ummul Qura, 2012, hlm. 397
[6] Syaikh Abdullah bin Ahmad Al huwail, kitab At-tauhid Al-muyassar,
terj, ust. Marwan hadidi bin musa, M.Pdi, makassar 1440 h, halm. 72
[7] Syaikh Abdullah bin Ahmad Al huwail, kitab At-tauhid Al-muyassar,
terj, ust. Marwan hadidi bin musa, M.Pdi, makassar 1440 h, halm. 73
Label: Akidah
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda