Memahami Pengertian Dan konsep Aqidah Islam
Konsep Aqidah Umat Islam
Aqidah
islam merupakan apa yang dicerminkan oleh Nabi dan Rasul aqidah yang diridhai oleh
Allah Subhanahu wata’ala yaitu aqidahnya ahlus sunnah waljama’ah, aqidah
ibarat sebuah pondasi dalam sebuah bangunan jiga pondasi tersebut kuat maka
bangunan yang didirikan akan kokoh tidak akan mudah rorboh.
A. Pengertian Aqidah
Kata
aqidah dalam secara bahasa diambil dari
kata al-aqdu yang berarti ikatan atau tarikan yang kuat, tempel menempel
atau kait-mengkait atau penguatan.
Perjanjian, jual beli juga Aqdu yaitu ada keterikatan antara penjual dan
pembeli yaitu Aqdu (transaksi).[1]
Aqidah islam berarti keimanan yang kuat kepada Allah Subhanahu wata’ala
tanpa keraguan, dengan melaksanakan segala keawajiban berupa tauhid dan segala
perintahnya.
لَا يُؤَاخِذُكُمُ ٱللَّهُ
بِٱللَّغْوِ فِىٓ أَيْمَٰنِكُمْ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ
ٱلْأَيْمَٰنَ
“Allah tidak
menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja,” (Qs. Al-Maidah ayat 89)
Aqidah
dalam istilah umum merupakan keputusan pemikiran terhadap sesuatu baik itu
benar maupun salah, ketika benar seperti kenyakinan umat islam yang meng-Esakan
Allah maka itulah yang dinamakan aqidah, dan ketika salah atau bimbang, rancu
maka itulah yang disebut Aqidah yang batihil, seperti kaum nasrani yang
menyatakan Allah adalah salasatu dari tiga oknum (trinitas). Sedangkan aqidah
menurut syar’i adalah berimannya sesorang kepada Allah, para malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari akhir, Qadar Allah yang baik dan Qadar
yang buruk, atau disebut juga rukun iman.[2]
Jadi
kesimpulannya, apa yang diyakini dan ditetapkan hati seseorang secara pasti
adalah aqidah baik itu benar maupun salah, jika disebutkan secara mutlak,
aqidah islamiyah adalah aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah karena itulah pemahaman
islam yang telah diridhai Allah sebagai agama bagi hamba-Nya. Aqidah islamiyah
adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan yaitu generasi sahabat,
Tabi’in, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ
ٱلْمُهَٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَٰنٍ رَّضِىَ
ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى تَحْتَهَا
ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
"Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan
anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka
kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar". (Qs. At-Taubah ayat: 100)
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ
الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“sebaik-baiknya
manusia adalah (orang yang hidup) pada masaku ini (yaitu generasi sahabat),
kemudian setelahnya generasi tabi’in, kemudian setelahnya tabi’ut tabi’in”
(HR, Bukhari dan Muslim).[3]
Rasulallah
Shalallahu’alaihi Waslam para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, maka merkalah salafui ummah. Setiap orang yang menyeru
seperti apa yang diserukan oleh Rasulullah, para sahabatnya, dan orang-orang
yang mengikutinya dengan baik, maka inilah manhaj salaf.[4]
Adapun
pembatasan istilah salaf berdasarkan zaman bukan merupakan syarat salam hal ini
akantetapi, syaratnya adalah sesuai dengan al-qura’an dengan as-sunnah dengan
pemahaman salafus shaleh, maka dialah pengikut salaf walaupun diantara mereka
(para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in) berjauhan tempat dan masanya.
Sebaliknya, berangsiapa menyelisihi mereka maka dia bukan golongan dari mereka
walaupun dia hidup sezaman dengan mereka. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ ٱللَّهِ ۚ
وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ ۖ
تَرَىٰهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنًا ۖ
سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ ٱلسُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى
ٱلتَّوْرَىٰةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِى ٱلْإِنجِيلِ
“Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka
ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka
tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam
Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil . . .” (Qs. Al-fath ayat: 29)
B.
Nama-Nama
Aqidah
Nama lain 'Aqidah Islam menurut
Ahlus Sunnah di antaranya adalah Al-I'tiqad, Al 'Aqaa'id, At Tauhid, As
Sunnah, Ushuluddin, Ushuluddiyaanah, Al Fiqhul Akbar dan Asy Syarii'ah. Inilah
beberapa nama yang paling terkenal di kalangan Ahlus Sunnah. Adapun penamaan
'Aqidah Islam dengan ilmu kalam, filsafat, tashawwuf dan teologi tidaklah
dibenarkan, karena perbedaan yang mencolok dalam ilmu-ilmu tersebut dengan
'Aqidah Islam. Dalam ilmu kalam dan filsafat, misalnya, yang dijadikan sandaran
adalah akal bukan wahyu.[5]
Penamaan Aqidah Menurut Ahlus Sunnah
1.
I’tiqad atau Aqa’id
Para ulama ahli sunnah sering
menyebut ilmu aqidah dengan istilah Aqidah Salaf, Aqidah Ahlul Atsar dan
Al-i’tiqaad didalam kitab-kitab mereka diantaranya dalam kitab, Aqidatus
salaf Ash-Shabil Hadiits karya ash-shabuni (wafat th. 449 H.), Syarah
Ushul I’tiqaad Ahli sunnah wal jama’ah karya Imam Al-lalika’i (wafat th.
418 H.), dan Al-I’tiqaad karya Imam Al-Baihaqi (wafat th. 458 H.)[6]
2.
Tauhid
Kata tauhid bersal dari masdar
yaitu Wahhada Yuwahhidu Tauhid yang artinya menjadikan sesuatu menjadi
satu, jadi secara bahasa tauhiid itu menjadikan sesuatu menjadi satu. Sedangkan
menurut istilah tauhid berarti meng-Esakan Allah dan menunggalkan sebagai
satu-satunya dzat pemilik rububiyyah, uluhiyyah dan asma dan sifat.[7]
Ilmu aqidah dinamakan tauhid karena pembahasannya seputar tauhid, yaitu
pengesaan Allah Subhanahu Wata’ala didalam bentuk Rububiyahnya,
Uluhiyyahnya dan juga dalam Asma wasifatnya, jadi tauhid merupakan kajian ilmu
aqidah yang mulia dan merupakan tujuan utama bagi setiap muslim dalam bentuk
generalisasi, maka oleh karena itu para salaf menamai ilmu aqidah ini dengan
ilmu tauhid secara umum.
3.
As- Sunnah
Kata
As-Sunnah dalam bahasa arab artinya adalah cara dan jalan hidup, sedangkan
dalam istilah syara’ dipakai untuk penyebutan masing-masing penggunaanya,
sering dipakai untuk menyebut hadits, mubah dan sebagainya. Maka aqidah salaf
ini dikenal dengan istilah As-Sunnah karenapara penganutnya mengikuti jalan
yang ditempuh oleh Rasulullah Shalallahu’alahi Wasalam dan para Sahabat
di dalam masalah aqidah dan istilah ini merupakan masyhur (populer) pada
masa generasi pertama.[8]
Sepeti kitab as-Sunnah karya Imam Ahmad bin Hambal (wafat th. 241 H) dan
kitan as-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad ibn Hambal (wafat th. 290 H)
dan karya karya ulama lainnya. Kemudian
sebutan itu menjadi syiar (simbol) bagi ahli sunnah, sehingga dikatakan bahwa
sunnah adalah antonim (lawan kata) bid’ah.
4.
Ushuluddin dan Ushuluddiyanah
Ushul artinya rukun-rukun iman,
rukun-rukun islam dan maslah-masalah yang qath’i serta hal-hal yang telah
menjadi kesepakatan para ulama. Kitab aqidah yang ditulis dengan nama atau
istilah ini yaitu Al-ibanah fi ushulid Diyanah karya imam Al-Asy’ari
(wafat th. 324 H) dan Ushulid Diin karya imam Al-Baghdadi (wafat th. 329
H).
Sebagian
ulama mengingatkan bahwa nama ini tidak layak untuk digunakan karena pembagian
agama menjadi ushul (pokok) dan furu’ adalah suatu hal yang baru
dan belum pernah ada dimasa salaf, menurut mereka bahwa pembagian ini tidak
memiliki batasan-batasan dan bisa menimbulkan akses-akses yangtidak benar.
Sebab, bisa jadi orang yang awam terhadap islam atau orang yang baru masuk
islam beranggapan bahwa dalam agama islam ini memiliki cabang-cabang yang dapat
ditinggalkan. Dan sebagian ulama berpendapat bahwa yang paling aman adlah
aqidah dan syari’ah, masalah-masalah ilmiyah (kognitif) dan maslah amaliyah
(aplikatif) atau ilmiyat dan amaliyat.
5.
Fikhul Akbar
Fikhul akbar ini merupakan nama lain dari ushuluddin
atau kebalikan dari fikhul ashgar, yaitu kumpulan hukum-hukum ijtihadi
seperti kitab Al-Fikhul Akbar karya Imam Abu Hanifah (wafat th. 150 H).
6.
Syariah
Syari’ah dan syir’ah adalah agama
yang ditetapkan dan diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala seperti
shalat, zakat, puasa, haji dan sebagainya. Kata syari’ah adalah turunan (musytaq)
dari kata syir’ah yang berarti pantai (tepi laut) Allah Subhanahu Wata’ala
berfirman:
“Untuk
tiap-tiap umat diantara kamu kami berikan syir’ah dan minhaj.” (Qs. Al-Maidah
ayat: 48)
Didalam
tafsirnya diterangkan bahwa syir’ah adalah agama dan minhaj
adalah jalan, jadi syari’ah adalah sunnah petunjuk yang ditetapkan Allah
Subhanahu Wata’ala dan Rasulullah Shalalahu’alaihi Wasalam yang
paling besar dalam masalah aqidah dan keimanan.
Maksudnya
segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan
Rasulullah Shalallahu’alahi Wasalam berupa jalan petunjuk terutama dan yang
paling pokok adalah Ushuluddin (masalah aqidah). Seperti kitab asy-Syarii’ah
karya Al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan kitab al-ibanah an Syarii’atil
firqah an-Najiyah karya Ibnu Baththah.[9]
7.
Iman
Istilah
iman digunakan untuk sebutan dari nama lain ilmu aqidah dan meliputi seluruh
aspek I’tiqadiyah Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
“Barang
siapa yang kafir terhadap keimanan, maka terhapuslah segala (pahalanya)
amalnya.” (Qs. Al-Maidah ayat: 5)
Kitab-kitab
aqidah yang ditulis dengan judul iman yaitu kitab A-Iman karya Imam Aby
Ubaid Al-Qasim Bin Salam dan kitab Al-Iman karya Ibnu Mandah.[10]
Penamaan Aqidah
Menurut Firqah (Sekte) Selain Ahlus Sunnah
Ada beberapa istilah terkenal yang
digunakan oleh firqah (sekte) selain Ahlus Sunnah sebagai nama lain dari
ilmu aqidah, seperti ilmu kalam, filsafat, tashawwuf
dan teologi ini tidak dibenarkan, karena perbedaan yang mencolok dalam
ilmu-ilmu tersebut dengan 'Aqidah Islam. Dalam ilmu kalam dan filsafat,
misalnya, yang dijadikan sandaran adalah akal bukan wahyu.
Sedangkan
dalam ilmu tashawwuf di antara sandarannya adalah kasyf (adanya penyingkapan
tabir rahasia sesuatu yang ghaib). Adapun yang dijadikan sandaran dalam 'Aqidah
Islam adalah Al Qur'an, As Sunnah yang shahih dan ijma' salafush shalih
(generasi pertama Islam). Di samping itu, jika akal dijadikan sandaran untuk
menetapkan 'aqidah hasilnya hanyalah zhann (perkiraan) yang bisa benar dan bisa
salah karena keterbatasannya dan tidak mampu menjangkau yang ghaib. Lalu
bagaimana jika perkiraannya salah, maka sama saja ia telah berkata tentang
Allah Ta'ala tanpa ilmu, dan yang demikian merupakan dosa yang sangat
besar, oleh
karena itu, prinsip kita dalam masalah 'Aqidah adalah tauqifiyyah.[11] Allah
Ta'ala berfirman:
"……dan
(mengharamkan) mengada-ada terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." (Qs.
Al A'raaf ayat: 33)
1.
Ilmu Kalam
Penamaan ilmu kalam ini dikenal
dikalangan teologis mutakallimin (pengagung ilmu kalam) seperti aliran
Mu’tazilah, Asyaa’irah dan kelompok yang sejalan dengan mereka, dan ilmu kalam
ini tidak boleh dipakai karena merupakan suatu hal baru dan diada-adakan juga
berprinsif taqawwul mengatakan suatu hal atas nama Allah tanpa dilandasi
dengan ilmu, dan juga bertentangan dengan metologi ulama salaf dalam menetapkan
masalah aqidah.
Penyebutan ini keliru, karena
ilmu kalam bersumber dari akal manusia, juga dibangun diatas filsafat hindu dan
yunani, sedangkan sumber tauhid berdasarkan wahyu, keimanan, keyakinan ilmu,
sedangkan ilmu kalam merupakan kegoncangan, keraguan, kebodohan yang dikecam
oleh para salaf maka keduanya tidak bisa untuk disejajarkan.[12]
2.
Filsafat
Istilah filsafat dipakai oleh
para filosop dan juga orang sejajar dengan mereka, dan nama ini tidak boleh
digunakan untuk masalah aqidah karena pada dasarnya filsafat hanyalah khayalan,
(halusinasi), rasionalitas aktif dan pandangan khurafat dalam hal ghaib.
3.
Tasawwuf
Nama ini dikenal dikalangan
sebagian ahli taswwuf, filsuf dan kaum orientalis, sebutan ini adalah bid’ah
karena didasari dengan khurapat dan kerancuan ahli taswwuf dalam bidang aqidah.[13]
Dr. Shabir Tha’imah memberi
komentar dalam kitabnya ash-Shuufiyyah Mu’taqadan Wa Maslakan “Jelas,
bahwa tasawwuf dipengaruhi oleh kehidupan para pendeta Nasrani, mereka suka
memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di biara-biara. Islam memutuskan
perbuatan ini ketika membebaskan negeri dengan tauhid, islam memberikan banyak
pengaruh baik bagi kehidupan dan memperbaiki tata cara ibadah yang salah dari
orang-orang sebelum islam.
Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir
(wafat th. 1407 H) ber-kata di dalam bukunya at-Tashawwuful-Mansya' wal
Mashaadir: "Apabila kita memperhatikan dengan teliti tentang ajaran
Shufi yang pertama dan terakhir (belakangan) serta pendapat-pendapat yang
dinukil dan diakui oleh mereka di dalam kitab-kitab Shufi baik yang maupun yang
baru, maka kita akan melihat de-ngan jelas perbedaan yang jauh antara Shufi
dengan ajaran Al-Qur-an dan As-Sunnah. Begitu juga kita tidak pernah melihat adanya
bibit-bibit Shufi di dalam perjalanan hidup Nabi dan para Sahabat beliau tn,
yang mereka adalah (sebaik-baik) pilihan Allah dari para hamba-Nya (setelah para
Nabi dan Rasul). Sebaliknya, kita bisa melihat bahwa ajaran Tashawwuf diambil dari
para pendeta Kristen, Brahmana, Hindu, Yahudi, serta ke zuhudan Budha, konsep
asy-Syu'ubi di Iran yang merupakan Majusi di periode awal kaum Shufi,
Ghanusiyah, Yunani, dan pemikiran Neo-Platonisme, yang dilakukan oleh
orang-orang Shufi belakangan.
Syaikh 'Abdurrahman al-Wakil A
berkata di dalam kitabnya, Mashra’ut Tashawwuf: "Sesungguhnya
Tashawwuf itu adalah tipuan (makar) paling hina dan tercela. Syaithan telah
membuat hamba Allah tertipu dengannya dan memerangi Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Tashawwuf adalah (sebagai) kedok Majusi agar ia terlihat sebagai
seorang yang ahli ibadah, bahkan juga kedok semua musuh agama Islam ini. Bila
diteliti lebih mendalam, akan ditemui bahwa di dalam ajaran Shufi terdapat
ajaran Brahmanisme, Budhisme, Zoroasterisme, Platoisme, Yahudi, Nasrani dan
Paganisme."
4.
Ilaahiyyat
(Teologi)
Illahiyat adalah kajian 'aqidah
dengan metodologi filsafat. Ini adalah nama yang dipakai oleh mutakallimin,
para filosof, para orientalis dan para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan
yang salah sehingga nama ini tidak boleh dipakai, karena yang mereka maksud
adalah filsafatnya kaum filosof dan penjelasan-penjelasan kaum mutakallimin
tentang Allah menurut persepsi mereka.
5.
Metafisika
(dibalik Alam Nyata)
Sebutan ini dipakai oleh para
filosof dan para penulis Barat serta orang-orang yang sejalan dengan mereka.
Nama ini tidak boleh dipakai, karena hanya berdasar pada pemikiran manusia semata
dan bertentangan dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Banyak orang yang menamakan
apa yang mereka yakini dan prinsip-prinsip atau pemikiran yang mereka anut
sebagai keyakinan sekalipun hal itu palsu (bathil) atau tidak mempunyai dasar
(dalil) 'aqli maupun naqli. Sesungguhnya 'aqidah yang mempunyai pengertian yang
benar yaitu 'aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang bersumber dari Al-Quran dan
hadits-hadits Nabi yang shahih serta Ijma' Salafush Shalih.
Setiap komunitas manusia meyakini
ideologi tertentu yang mereka jalankan dan mereka sebut sebagai agama dan
aqidah. Sedangkan aqidah Islam -jika disebutkan secara mutlak- adalah aqidah
Ahli Sunnah wal Jama'ah. Karena, Islam versi inilah yang diridhai oleh Allah untuk
menjadi agama bagi hamba-hamba-Nya. Aqidah apa pun yang bertentangan dengan
aqidah Salaf tidak bisa dianggap sebagai bagian dari Islam, sekalipun
dinisbatkan kepadanya. Ideologi-ideologi semacam itu harus dinisbatkan kepada pemiliknya,
dan tidak ada kaitannya dengan Islam.[14]
C. Definisi Ahlus Sunnah wal Jama'ah
Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah mereka
yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah dan para
Sahabatnya sa. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba'
(mengikuti) Sunnah Nabi dan para Sahabatnya. As-Sunnah menurut bahasa
(etimologi) adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk. Sedangkan
menurut ulama 'aqidah (terminologi), As-Sunnah adalah petunjuk yang telah
dilakukan oleh Rasulullah dan para Sahabatnya, baik tentang ilmu, i'tiqad
(keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah As-Sunnah yang wajib
diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menyalahinya akan
dicela.[15]
Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu
Rajab al-Hanbali (wafat 795 H): As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh, mencakup di
dalamnya berpegang teguh kepada apa yang dilaksanakan Nabi dan para khalifahaya
yang terpimpin dan lurus berupa i'tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan.
Itulah As-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak
me namakan As-Sunnah kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek
tersebut. Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H),
Imam al-Auza'i (wafat th. 157 H) dan Imam Pudhail bin 'lyadh (wafat th. 187 H)
Disebut al-Jama'ah, karena mereka
bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah belah dalam urusan agama,
berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam (yang berpegang kepada) al-haq (kebenaran),
tidak mau keluar dari jama'ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan
Salaful Ummah.
Jama'ah menurut ulama 'aqidah
(terminologi) adalah generasi pertama dari ummat ini, yaitu kalangan Sahabat,
Tabi'ut Tabi'in serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari Kiamat,
karena berkumpul di atas kebenaran.
Imam Abu Syammah asy-Syafi'i su
(wafat th. 665 H) berkata: "Perintah untuk berpegang kepada jama'ah,
maksudnya adalah berpegang kepada kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang
melaksanakan Sunnah itu sedikit dan yang menyalahinya banyak. Karena kebenaran
itu apa yang dilaksanakan oleh jama'ah yang pertama, yaitu yang dilaksanakan
Rasulullah dan para Sahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang
(melakukan kebathilan) sesudah mereka.”
[1]. Fadhilatusy Syaikh Muhammad Ibrahim al-hamd, Aqidah Ahlus
sunnah, Pustaka ELBA, 2007, Hlm. 10
[2]. Dr. Shalih bin Fauzan Al-fauzan, Kitab Tauhid, Jakarta,
Ummul Qura, 2009, hlm. 17
[3] HR. Bukhari dan muslim (No.
2652) dan muslim (No. 2533 (212)) dari Sahabat ‘Abdullah Bin Mas’ud
[4] Abdullah bin Abdul Hamid
al-Atsari, Intisari Aqidah Ahlus Sunnah Al Jama’ah, Jakarta Pusat,
Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2006, hlm. 41
[5] Marwan hadidi, Ensiklopedi
islam, Website: http://wawasankeislaman.blogspot.com/18
Oktober 2020
[6] Yazid bin Abdul Qadir jawas,
syarah Aqidah Ahlus sunnah wal Jama’ah, Bogor, pustaka imam asy-syafi’i,
2006, hlm. 29
[7] Fadhilatusy Syaikh Muhammad
Ibrahim al-hamd, Aqidah Ahlus sunnah, hlm. 13
[8] Yazid bin Abdul Qadir jawas,
syarah Aqidah Ahlus sunnah wal Jama’ah, hlm. 29
[9] Ibid, hlm.30
[10] Fadhilatusy Syaikh Muhammad
Ibrahim al-hamd, Aqidah Ahlus sunnah, hlm.17
[11] Marwan hadidi, Ensiklopedi
islam, Website: http://wawasankeislaman.blogspot.com/19
Oktober 2020
[12] Fadhilatusy Syaikh Muhammad
Ibrahim al-hamd, Aqidah Ahlus sunnah, hlm.19
[13] Ibid.,
[14] Ibid., hlm. 20
[15][15] Yazid bin Abdul Qadir jawas, syarah Aqidah Ahlus sunnah wal
Jama’ah, hlm. 37
Label: Akidah
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda