Kamis, 03 Desember 2020

Memahami Pengertian Dan konsep Aqidah Islam

Konsep Aqidah Umat Islam

                  Aqidah islam merupakan apa yang dicerminkan oleh Nabi dan Rasul aqidah yang diridhai oleh Allah Subhanahu wata’ala yaitu aqidahnya ahlus sunnah waljama’ah, aqidah ibarat sebuah pondasi dalam sebuah bangunan jiga pondasi tersebut kuat maka bangunan yang didirikan akan kokoh tidak akan mudah rorboh.

A.  Pengertian Aqidah

                   Kata aqidah dalam secara bahasa  diambil dari kata al-aqdu yang berarti ikatan atau tarikan yang kuat, tempel menempel atau kait-mengkait atau penguatan. Perjanjian, jual beli juga Aqdu yaitu ada keterikatan antara penjual dan pembeli yaitu Aqdu (transaksi).[1] Aqidah islam berarti keimanan yang kuat kepada Allah Subhanahu wata’ala tanpa keraguan, dengan melaksanakan segala keawajiban berupa tauhid dan segala perintahnya.

لَا يُؤَاخِذُكُمُ ٱللَّهُ بِٱللَّغْوِ فِىٓ أَيْمَٰنِكُمْ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ ٱلْأَيْمَٰنَ

                   Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja,” (Qs. Al-Maidah ayat 89)

                   Aqidah dalam istilah umum merupakan keputusan pemikiran terhadap sesuatu baik itu benar maupun salah, ketika benar seperti kenyakinan umat islam yang meng-Esakan Allah maka itulah yang dinamakan aqidah, dan ketika salah atau bimbang, rancu maka itulah yang disebut Aqidah yang batihil, seperti kaum nasrani yang menyatakan Allah adalah salasatu dari tiga oknum (trinitas). Sedangkan aqidah menurut syar’i adalah berimannya sesorang kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari akhir, Qadar Allah yang baik dan Qadar yang buruk, atau disebut juga rukun iman.[2]

                   Jadi kesimpulannya, apa yang diyakini dan ditetapkan hati seseorang secara pasti adalah aqidah baik itu benar maupun salah, jika disebutkan secara mutlak, aqidah islamiyah adalah aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah karena itulah pemahaman islam yang telah diridhai Allah sebagai agama bagi hamba-Nya. Aqidah islamiyah adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan yaitu generasi sahabat, Tabi’in, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَٰنٍ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى تَحْتَهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ

                   "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar". (Qs. At-Taubah ayat: 100)

                   خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

                   “sebaik-baiknya manusia adalah (orang yang hidup) pada masaku ini (yaitu generasi sahabat), kemudian setelahnya generasi tabi’in, kemudian setelahnya tabi’ut tabi’in” (HR, Bukhari dan Muslim).[3]

                   Rasulallah Shalallahu’alaihi Waslam para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka merkalah salafui ummah. Setiap orang yang menyeru seperti apa yang diserukan oleh Rasulullah, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik, maka inilah manhaj salaf.[4]

                   Adapun pembatasan istilah salaf berdasarkan zaman bukan merupakan syarat salam hal ini akantetapi, syaratnya adalah sesuai dengan al-qura’an dengan as-sunnah dengan pemahaman salafus shaleh, maka dialah pengikut salaf walaupun diantara mereka (para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in) berjauhan tempat dan masanya. Sebaliknya, berangsiapa menyelisihi mereka maka dia bukan golongan dari mereka walaupun dia hidup sezaman dengan mereka. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ ٱللَّهِ ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَىٰهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنًا ۖ سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ ٱلسُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى ٱلتَّوْرَىٰةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِى ٱلْإِنجِيلِ

                   “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil . . .” (Qs. Al-fath ayat: 29)

B.    Nama-Nama Aqidah

                          Nama lain 'Aqidah Islam menurut Ahlus Sunnah di antaranya adalah Al-I'tiqad, Al 'Aqaa'id, At Tauhid, As Sunnah, Ushuluddin, Ushuluddiyaanah, Al Fiqhul Akbar dan Asy Syarii'ah. Inilah beberapa nama yang paling terkenal di kalangan Ahlus Sunnah. Adapun penamaan 'Aqidah Islam dengan ilmu kalam, filsafat, tashawwuf dan teologi tidaklah dibenarkan, karena perbedaan yang mencolok dalam ilmu-ilmu tersebut dengan 'Aqidah Islam. Dalam ilmu kalam dan filsafat, misalnya, yang dijadikan sandaran adalah akal bukan wahyu.[5]

Penamaan Aqidah Menurut Ahlus Sunnah

1.      I’tiqad atau Aqa’id

          Para ulama ahli sunnah sering menyebut ilmu aqidah dengan istilah Aqidah Salaf, Aqidah Ahlul Atsar dan Al-i’tiqaad didalam kitab-kitab mereka diantaranya dalam kitab, Aqidatus salaf Ash-Shabil Hadiits karya ash-shabuni (wafat th. 449 H.), Syarah Ushul I’tiqaad Ahli sunnah wal jama’ah karya Imam Al-lalika’i (wafat th. 418 H.), dan Al-I’tiqaad karya Imam Al-Baihaqi (wafat th. 458 H.)[6]

2.    Tauhid

                 Kata tauhid bersal dari masdar yaitu Wahhada Yuwahhidu Tauhid yang artinya menjadikan sesuatu menjadi satu, jadi secara bahasa tauhiid itu menjadikan sesuatu menjadi satu. Sedangkan menurut istilah tauhid berarti meng-Esakan Allah dan menunggalkan sebagai satu-satunya dzat pemilik rububiyyah, uluhiyyah dan asma dan sifat.[7] Ilmu aqidah dinamakan tauhid karena pembahasannya seputar tauhid, yaitu pengesaan Allah Subhanahu Wata’ala didalam bentuk Rububiyahnya, Uluhiyyahnya dan juga dalam Asma wasifatnya, jadi tauhid merupakan kajian ilmu aqidah yang mulia dan merupakan tujuan utama bagi setiap muslim dalam bentuk generalisasi, maka oleh karena itu para salaf menamai ilmu aqidah ini dengan ilmu tauhid secara umum.

3.      As- Sunnah

                 Kata As-Sunnah dalam bahasa arab artinya adalah cara dan jalan hidup, sedangkan dalam istilah syara’ dipakai untuk penyebutan masing-masing penggunaanya, sering dipakai untuk menyebut hadits, mubah dan sebagainya. Maka aqidah salaf ini dikenal dengan istilah As-Sunnah karenapara penganutnya mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah Shalallahu’alahi Wasalam dan para Sahabat di dalam masalah aqidah dan istilah ini merupakan masyhur (populer) pada masa generasi pertama.[8] Sepeti kitab as-Sunnah karya Imam Ahmad bin Hambal (wafat th. 241 H) dan kitan as-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad ibn Hambal (wafat th. 290 H) dan karya karya ulama lainnya.  Kemudian sebutan itu menjadi syiar (simbol) bagi ahli sunnah, sehingga dikatakan bahwa sunnah adalah antonim (lawan kata) bid’ah.

4.      Ushuluddin dan Ushuluddiyanah

                 Ushul artinya rukun-rukun iman, rukun-rukun islam dan maslah-masalah yang qath’i serta hal-hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama. Kitab aqidah yang ditulis dengan nama atau istilah ini yaitu Al-ibanah fi ushulid Diyanah karya imam Al-Asy’ari (wafat th. 324 H) dan Ushulid Diin karya imam Al-Baghdadi (wafat th. 329 H).

                 Sebagian ulama mengingatkan bahwa nama ini tidak layak untuk digunakan karena pembagian agama menjadi ushul (pokok) dan furu’ adalah suatu hal yang baru dan belum pernah ada dimasa salaf, menurut mereka bahwa pembagian ini tidak memiliki batasan-batasan dan bisa menimbulkan akses-akses yangtidak benar. Sebab, bisa jadi orang yang awam terhadap islam atau orang yang baru masuk islam beranggapan bahwa dalam agama islam ini memiliki cabang-cabang yang dapat ditinggalkan. Dan sebagian ulama berpendapat bahwa yang paling aman adlah aqidah dan syari’ah, masalah-masalah ilmiyah (kognitif) dan maslah amaliyah (aplikatif) atau ilmiyat dan amaliyat.

5.      Fikhul Akbar

            Fikhul akbar ini merupakan nama lain dari ushuluddin atau kebalikan dari fikhul ashgar, yaitu kumpulan hukum-hukum ijtihadi seperti kitab Al-Fikhul Akbar karya Imam Abu Hanifah (wafat th. 150 H).

6.      Syariah

            Syari’ah dan syir’ah adalah agama yang ditetapkan dan diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala seperti shalat, zakat, puasa, haji dan sebagainya. Kata syari’ah adalah turunan (musytaq) dari kata syir’ah yang berarti pantai (tepi laut) Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

            “Untuk tiap-tiap umat diantara kamu kami berikan syir’ah dan minhaj.” (Qs. Al-Maidah ayat: 48)

            Didalam tafsirnya diterangkan bahwa syir’ah adalah agama dan minhaj adalah jalan, jadi syari’ah adalah sunnah petunjuk yang ditetapkan Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasulullah Shalalahu’alaihi Wasalam yang paling besar dalam masalah aqidah dan keimanan.

            Maksudnya segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasulullah Shalallahu’alahi Wasalam berupa jalan petunjuk terutama dan yang paling pokok adalah Ushuluddin (masalah aqidah). Seperti kitab asy-Syarii’ah karya Al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan kitab al-ibanah an Syarii’atil firqah an-Najiyah karya Ibnu Baththah.[9]

7.      Iman

                 Istilah iman digunakan untuk sebutan dari nama lain ilmu aqidah dan meliputi seluruh aspek I’tiqadiyah Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

 

            “Barang siapa yang kafir terhadap keimanan, maka terhapuslah segala (pahalanya) amalnya.” (Qs. Al-Maidah ayat: 5)

                 Kitab-kitab aqidah yang ditulis dengan judul iman yaitu kitab A-Iman karya Imam Aby Ubaid Al-Qasim Bin Salam dan kitab Al-Iman karya Ibnu Mandah.[10]

Penamaan Aqidah Menurut Firqah (Sekte) Selain Ahlus Sunnah

          Ada beberapa istilah terkenal yang digunakan oleh firqah (sekte) selain Ahlus Sunnah sebagai nama lain dari ilmu aqidah, seperti ilmu kalam, filsafat, tashawwuf dan teologi ini tidak dibenarkan, karena perbedaan yang mencolok dalam ilmu-ilmu tersebut dengan 'Aqidah Islam. Dalam ilmu kalam dan filsafat, misalnya, yang dijadikan sandaran adalah akal bukan wahyu.

Sedangkan dalam ilmu tashawwuf di antara sandarannya adalah kasyf (adanya penyingkapan tabir rahasia sesuatu yang ghaib). Adapun yang dijadikan sandaran dalam 'Aqidah Islam adalah Al Qur'an, As Sunnah yang shahih dan ijma' salafush shalih (generasi pertama Islam). Di samping itu, jika akal dijadikan sandaran untuk menetapkan 'aqidah hasilnya hanyalah zhann (perkiraan) yang bisa benar dan bisa salah karena keterbatasannya dan tidak mampu menjangkau yang ghaib. Lalu bagaimana jika perkiraannya salah, maka sama saja ia telah berkata tentang Allah Ta'ala tanpa ilmu, dan yang demikian merupakan dosa yang sangat besar, oleh karena itu, prinsip kita dalam masalah 'Aqidah adalah tauqifiyyah.[11] Allah Ta'ala berfirman:

"……dan (mengharamkan) mengada-ada terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." (Qs. Al A'raaf ayat: 33)

1.      Ilmu Kalam

Penamaan ilmu kalam ini dikenal dikalangan teologis mutakallimin (pengagung ilmu kalam) seperti aliran Mu’tazilah, Asyaa’irah dan kelompok yang sejalan dengan mereka, dan ilmu kalam ini tidak boleh dipakai karena merupakan suatu hal baru dan diada-adakan juga berprinsif taqawwul mengatakan suatu hal atas nama Allah tanpa dilandasi dengan ilmu, dan juga bertentangan dengan metologi ulama salaf dalam menetapkan masalah aqidah.

Penyebutan ini keliru, karena ilmu kalam bersumber dari akal manusia, juga dibangun diatas filsafat hindu dan yunani, sedangkan sumber tauhid berdasarkan wahyu, keimanan, keyakinan ilmu, sedangkan ilmu kalam merupakan kegoncangan, keraguan, kebodohan yang dikecam oleh para salaf maka keduanya tidak bisa untuk disejajarkan.[12]

2.      Filsafat

Istilah filsafat dipakai oleh para filosop dan juga orang sejajar dengan mereka, dan nama ini tidak boleh digunakan untuk masalah aqidah karena pada dasarnya filsafat hanyalah khayalan, (halusinasi), rasionalitas aktif dan pandangan khurafat dalam hal ghaib.

3.      Tasawwuf

Nama ini dikenal dikalangan sebagian ahli taswwuf, filsuf dan kaum orientalis, sebutan ini adalah bid’ah karena didasari dengan khurapat dan kerancuan ahli taswwuf dalam bidang aqidah.[13]

Dr. Shabir Tha’imah memberi komentar dalam kitabnya ash-Shuufiyyah Mu’taqadan Wa Maslakan “Jelas, bahwa tasawwuf dipengaruhi oleh kehidupan para pendeta Nasrani, mereka suka memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di biara-biara. Islam memutuskan perbuatan ini ketika membebaskan negeri dengan tauhid, islam memberikan banyak pengaruh baik bagi kehidupan dan memperbaiki tata cara ibadah yang salah dari orang-orang sebelum islam.

Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir (wafat th. 1407 H) ber-kata di dalam bukunya at-Tashawwuful-Mansya' wal Mashaadir: "Apabila kita memperhatikan dengan teliti tentang ajaran Shufi yang pertama dan terakhir (belakangan) serta pendapat-pendapat yang dinukil dan diakui oleh mereka di dalam kitab-kitab Shufi baik yang maupun yang baru, maka kita akan melihat de-ngan jelas perbedaan yang jauh antara Shufi dengan ajaran Al-Qur-an dan As-Sunnah. Begitu juga kita tidak pernah melihat adanya bibit-bibit Shufi di dalam perjalanan hidup Nabi dan para Sahabat beliau tn, yang mereka adalah (sebaik-baik) pilihan Allah dari para hamba-Nya (setelah para Nabi dan Rasul). Sebaliknya, kita bisa melihat bahwa ajaran Tashawwuf diambil dari para pendeta Kristen, Brahmana, Hindu, Yahudi, serta ke zuhudan Budha, konsep asy-Syu'ubi di Iran yang merupakan Majusi di periode awal kaum Shufi, Ghanusiyah, Yunani, dan pemikiran Neo-Platonisme, yang dilakukan oleh orang-orang Shufi belakangan.

Syaikh 'Abdurrahman al-Wakil A berkata di dalam kitabnya, Mashra’ut Tashawwuf: "Sesungguhnya Tashawwuf itu adalah tipuan (makar) paling hina dan tercela. Syaithan telah membuat hamba Allah tertipu dengannya dan memerangi Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Tashawwuf adalah (sebagai) kedok Majusi agar ia terlihat sebagai seorang yang ahli ibadah, bahkan juga kedok semua musuh agama Islam ini. Bila diteliti lebih mendalam, akan ditemui bahwa di dalam ajaran Shufi terdapat ajaran Brahmanisme, Budhisme, Zoroasterisme, Platoisme, Yahudi, Nasrani dan Paganisme."

4.      Ilaahiyyat (Teologi)

Illahiyat adalah kajian 'aqidah dengan metodologi filsafat. Ini adalah nama yang dipakai oleh mutakallimin, para filosof, para orientalis dan para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan yang salah sehingga nama ini tidak boleh dipakai, karena yang mereka maksud adalah filsafatnya kaum filosof dan penjelasan-penjelasan kaum mutakallimin tentang Allah menurut persepsi mereka.

5.      Metafisika (dibalik Alam Nyata)

Sebutan ini dipakai oleh para filosof dan para penulis Barat serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena hanya berdasar pada pemikiran manusia semata dan bertentangan dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Banyak orang yang menamakan apa yang mereka yakini dan prinsip-prinsip atau pemikiran yang mereka anut sebagai keyakinan sekalipun hal itu palsu (bathil) atau tidak mempunyai dasar (dalil) 'aqli maupun naqli. Sesungguhnya 'aqidah yang mempunyai pengertian yang benar yaitu 'aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang bersumber dari Al-Quran dan hadits-hadits Nabi yang shahih serta Ijma' Salafush Shalih.

Setiap komunitas manusia meyakini ideologi tertentu yang mereka jalankan dan mereka sebut sebagai agama dan aqidah. Sedangkan aqidah Islam -jika disebutkan secara mutlak- adalah aqidah Ahli Sunnah wal Jama'ah. Karena, Islam versi inilah yang diridhai oleh Allah untuk menjadi agama bagi hamba-hamba-Nya. Aqidah apa pun yang bertentangan dengan aqidah Salaf tidak bisa dianggap sebagai bagian dari Islam, sekalipun dinisbatkan kepadanya. Ideologi-ideologi semacam itu harus dinisbatkan kepada pemiliknya, dan tidak ada kaitannya dengan Islam.[14]

C.    Definisi Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah dan para Sahabatnya sa. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba' (mengikuti) Sunnah Nabi dan para Sahabatnya. As-Sunnah menurut bahasa (etimologi) adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk. Sedangkan menurut ulama 'aqidah (terminologi), As-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh Rasulullah dan para Sahabatnya, baik tentang ilmu, i'tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah As-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menyalahinya akan dicela.[15]

Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu Rajab al-Hanbali (wafat 795 H): As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa yang dilaksanakan Nabi dan para khalifahaya yang terpimpin dan lurus berupa i'tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan. Itulah As-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak me namakan As-Sunnah kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H), Imam al-Auza'i (wafat th. 157 H) dan Imam Pudhail bin 'lyadh (wafat th. 187 H)

Disebut al-Jama'ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam (yang berpegang kepada) al-haq (kebenaran), tidak mau keluar dari jama'ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah.

Jama'ah menurut ulama 'aqidah (terminologi) adalah generasi pertama dari ummat ini, yaitu kalangan Sahabat, Tabi'ut Tabi'in serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari Kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran.

Imam Abu Syammah asy-Syafi'i su (wafat th. 665 H) berkata: "Perintah untuk berpegang kepada jama'ah, maksudnya adalah berpegang kepada kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang melaksanakan Sunnah itu sedikit dan yang menyalahinya banyak. Karena kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama'ah yang pertama, yaitu yang dilaksanakan Rasulullah dan para Sahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang (melakukan kebathilan) sesudah mereka.”



[1]. Fadhilatusy Syaikh Muhammad Ibrahim al-hamd, Aqidah Ahlus sunnah, Pustaka ELBA, 2007, Hlm. 10

[2]. Dr. Shalih bin Fauzan Al-fauzan, Kitab Tauhid, Jakarta, Ummul Qura, 2009, hlm. 17

[3]  HR. Bukhari dan muslim (No. 2652) dan muslim (No. 2533 (212)) dari Sahabat ‘Abdullah Bin Mas’ud

[4]  Abdullah bin Abdul Hamid al-Atsari, Intisari Aqidah Ahlus Sunnah Al Jama’ah, Jakarta Pusat, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2006, hlm. 41

[5]  Marwan hadidi, Ensiklopedi islam, Website: http://wawasankeislaman.blogspot.com/18 Oktober  2020

[6]  Yazid bin Abdul Qadir jawas, syarah Aqidah Ahlus sunnah wal Jama’ah, Bogor, pustaka imam asy-syafi’i, 2006, hlm. 29

[7]  Fadhilatusy Syaikh Muhammad Ibrahim al-hamd, Aqidah Ahlus sunnah, hlm. 13

[8]  Yazid bin Abdul Qadir jawas, syarah Aqidah Ahlus sunnah wal Jama’ah, hlm. 29

[9]  Ibid, hlm.30

[10]  Fadhilatusy Syaikh Muhammad Ibrahim al-hamd, Aqidah Ahlus sunnah, hlm.17

[11]  Marwan hadidi, Ensiklopedi islam, Website: http://wawasankeislaman.blogspot.com/19 Oktober  2020

[12]  Fadhilatusy Syaikh Muhammad Ibrahim al-hamd, Aqidah Ahlus sunnah, hlm.19

[13]  Ibid.,

[14]  Ibid., hlm. 20

[15][15] Yazid bin Abdul Qadir jawas, syarah Aqidah Ahlus sunnah wal Jama’ah, hlm. 37

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda