Latar belakang kesesatan syi’ah
Bukan sedikit orang menulis buku tentang kesesatan syi’ah, perlu kita ketahui bahwa ada sebagian orang yang mengatakan bahwa syi’ah bukan islam, yang paling menarik dari golongan syia’ah ini adalah perayaan karbala atau yang dikenal dengan 10 asyuro, ditujukan untuk kecintaan mereka terhadap Husain Bin Ali Bin Abi Tholib Radhiallahu Anhuma Yaitu Cucu Dari Nabi Shalallahualahi Wasalam.
Kematian
Husain merupakan penghianatan orang-orang syi’ah yang berada dikuffah pada waktu
itu, pernyataan ini dilontarkan oleh Ali Zainal Abidin yang menjadi anak Husain itu sendiri, ia turut serta dalam peristiwa pembunuhan
ayahnya Husain pada waktu itu ia berkata kepada orang-orang kuffah laki-laki
dan perempuan yang meratapi dan mengoyak-ngoyak baju mereka sambil menangis, dalam keadaan sakit beliau dengan suara lemah berkata pada mereka “mereka ini
menagisi kami, bukan tidak ada orang lain yang membunuh kami selain mereka”.?
Seorang
ulama rujukan syi’ah mengemukakan tentang, “sekumpulan orang-orang syi’ah
terkejut oleh satu suara ghaib maka berkatalah mereka, demi Tuhan,! Apa yang
telah kita lakukan tidak pernah dilakukan oleh orang lain, kita telah membunuh penghulu
pemuda ahli surga (husain) karena Ibnu Ziad anak haram itu, di sini mereka
mengadakan janjisetia diantara sesama mereka untuk memberontak terhadap
terhadap Ibnu Ziad tetapi tidak berguna apa-apa.
Sejarah tidak akan lupa dan tidak akan melupakan peranan Syits Bin Rab’i
didalam pembunuhan Husain Radhiallahu Anhu dikarbala. Syits Bin Rab’i
adalah seorang syi’ah tulen, juga pernah menjadi duta Ali Radiallahu Anhu
didalam perang shiffin, dan senantiasa bersama Husain, dia juga yang menjemput
Husain untuk mencetuskan pemberontakan terhadap pemerintah pimpinan Yazid
tetapi apa yang dilakukannya.? Sejarah memaparkan bahwa dialah yang menepalai
4.000 orang bala tentara untuk menentang Husain dan dialah orang pertama turun
dari kudanya untuk memenggal kepala Husain Radhiallahu Anhu.
Hikmah Dibalik Karbala
Dengan penjelasan sebelumnya, bahwa yang membunuh Husain radhiallahu
‘anhu adalah ‘Ubaidilahbin Ziyad yang berkolaborasi dengan syi’ah Husain di
kuffah. Mereka adalah para penghianat para penghianat dan musuh bagi
seluruh umat muslimin, bukan bagi Ahlus sunnah saja.
Dr.
Imad Ali Abdus Sami’ dengan judul penghianatan-penghianatan syia’ah dan
pengaruhnya terhadap kekalahan umat islam yang diterbitkan oleh pustaka
Al-kautsar mengungkapkan, jika benar mereka cinta terhadap Ahlul Bait maka
tentu mereka tidak akan memusuhi para sahabat Nabi dan Ahlus sunnah.
Dalam
kitab riyadhus Shalihin, Imam An-Nawawi memuat suatu bab yang berjudul ‘ikramu
Ahli Baiti Rasulullah wa Bayani fadhlihim (Memuliakan Ahlul Bait Dan Penjelasan
Keutamaan Mereka). Keyakinan seperti inilah yang mencintai Ahlul Bait dan
Sahabat Nabi yang pada akhirnya memuat seseorang mantan tokoh syi’ah yang
bernama Abu Khalifah Ali bin Muhammad al-Qudhaibi kembali memeluk islam dan
menulis salah satu kitab Rabihat Ash-shahabah wa Lam Akhsar Ala Bait (Beruntung
Para Sahabat dan Tidak rugi Ahlul Bait).
Banyak
bukti bahwa Ahlul Bait memiliki hubungan baik dengan Para Sahabat Nabi, tidak
seperti yang digambarkan oleh orang-orang syi’ah yang menggambarkan kehinaan.
Maka tidak heran jika akhirnya banyak mencela dan mengkafirkan para sahabat
karena memang kacamata sejarah mereka sudah kotor terlebih dahulu.
Tujuan
Perayaan Asyura Syi’ah 10 Muharam Pada Setiap Tahun
Perayaan
asyura syi’ah 10 muharam pada setiap tahun, sejatinya adalah upaya menebarkan
kedustaan di kalangan kaum muslimin untuk memelihara dan mendukung aqidah dan
ajaran-ajaran serta pemahaman-pemahaman mereka yang menyimpang dan rapuh.
Melalui
perayaan tersebut mereka hendak mengundang simpati kaum muslimin, seolah-olah
penganut syi’ah adalah kaum yang terdzalimi dengan terbunuhnya cucu Nabi yaitu
Husain dan berhak mendapatkan bantuan.
Pembelaan
Dan Sikap Syi’ah Terhadap Asyura
Untuk
memperkuat dan memotifasi upacara penghianatan tersebut ulama syi’ah merekayasa
hadits-hadits palsu dengan memanipulasi nama Ahlul Bait dalam salah satu
usahanya, diantara haditsnya:
ان من بكى على الحسين أوساكى غفرالله له ماتقدم من نسه وما تأحر
“barang siapa yang menangis atau menangis-nangiskan dirinya atas kematian
Husain, maka Allah akan mengampuni segala dosanya baik yang sudah dilakukan
maupun yang akan dilakukan”
Syaikhul
Islam ibn Taimiyyah mengenai peristiwa pembunuhan Husain Radhiallahu anhu.
v Syetan membisikan kepada manusia agar membuat dua bid’ah, yaitu
bid’ah bersedih dan berkabung pada hari asyura dengan memukul wajah dan
berteriak, menangis, menyiksa diri dan sebagainya.
v Hal tersebut menyebabkan mereka menghina terhadap kaum salaf,
melaknat mereka, dan memasukan orang yang tidak berdosa kedalam kaum yang
berdosa sehingga mereka mencela orang-orang As-Sabiquna Al-awalun (orang
pertama masuk islam).
v Di dalam upacara tersebut dibacakan sejarah peperangan yang
kebanyakan dusta. Tujuan daripada upacara itu adalah untuk membuka pintu fitnah
dan perpecahan antara umat.
Kesimpulan
v Hendaknya kaum muslimin menjelaskan hakikat pembunuhan husain Radhiallahu
anhu, siapa yang membunuhnya, siap yang mengkhianatinya, dan siapa pula
yang beruntung atas kematiannya, selanjutnya mencegah seluruh umat islam untuk
tidak ikut serta dalam perayaan asyura syiah, bahkan berupaya agar kegiatan
tersebut agar tidak terwujud.
v Sebagai bukti amar ma’ruf nahyi munkar yang menjadi kewajiban
setiap muslim dan wujud nyata kecintaan kita terhadap Islam dan Ahlul Bait
Nabi.
v Memang benar Husain dan juga saudaranya Hasan Radhiallahu anhuma
memiliki keutamaan seperti yang Nabi kabarkan, lantas tentu saja Nabi tidak
memerintahkan untuk senantiasa berkabung meratapi kematiannya disetiap tahun.
v Apalagi ritual seperti itu harus meratap memukul-mukul pipi,
merobek-robek pakain dan bentuk ratapan lainnya yang menyelisihi apa yang
diperintahkan oleh Nabi sendiri.
v Nabi Sholallahualaihi wasalam bersabda, “bukan termasuk
golongan kami, orang-orang yang menangis meratapi kematian dengan merobek-robek
pakaian, memukul-mukul pipi dan berdo’a dengan do’a jahiliyyah”. (HR.
Bukhari no.1294).
[1] Al-ihtijaj karya at thabarsi, hal 156
[2] Jilaau al-uyun, hal 430
[3] Jilaau al-uyun dan
khulashatu al-mashaaib, hal 37
[4] Asy-syi’ah wa at-tashhih
ash-shara’ baina asy-syi’ah wa at-tasyayu’ halm. 93
[5] Minhaj As-Sunnah An-Nabawiyah, II, halm. 322-333
Label: Akidah
2 Komentar:
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
semangat akhi, semoga bermanfaat bagi yang lain dengan tulisan antum ini
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda